Monday 5 July 2010

chloe.chaptertwo

Nah.
Right I promised back in my latest post, i'll post Chloe's right away.
It's a bit longer than before because i can't part it :(

Okay. begin reading :))

_________________________________________________________________


~.two.~ sTartS

Luke berlari secepat – cepatnya menuju kelas barunya, XII-D/na.sc. XII untuk menandakan kelas 12, D adalah nama kelasnya, dan na.sc adalah kode jurusan natural science atau ilmu alam yang diambilnya sejak kelas sembilan. Hari ini adalah hari pertamanya memulai tahun terakhir di Van Haggen International School. Laki – laki itu ingin sekali cepat lulus dari penjara laki – laki ini. Maklum, Van Haggen adalah sekolah khusus laki – laki dan Luke sudah bersekolah di sini sejak dia kecil. Jadi wajar saja kalau dia sudah bosan dengan pemandangan laki – laki di mana – mana. Kalau pun melihat wanita, yang ada hanyalah kumpulan wanita galak dengan umur yanag sudah mulai tua.

“Sorry, I am late,” kata Luke saat dioa membuka pintu kelasnya, dan dia pun sukses menjadi pusat perhatian teman – temannya.

“Hey, Luke! You are late as usual, huh?” sahut sahabatnya James yang duduk di kursi belakang.

“Yeah. I was staying awake until night. You know, games…” kata Luke, dia menduduki bangku kosong yang sudah disisakan oleh James untuknya, “Where’s our teacher?”

“She forgot to bring the students list, so she went back to teachers’ roomn to take it,” kata James.

“Hmm… So SHE is a girl than. Is she Mrs Rose or Mrs Wellington?” tanya Luke.

James menggelengkan kepalanya, “I don’t know. I just heard the voice when I stood near the door. It was a woman panic voice.”

Luke hanya menggelengkan kepalanya. Telinga sahabatnya itu memang peka bila ada suara perempuan. Apalagi, di sekolah khusus pria begini, suara wanita jarang terkenal. Kecuali cleaning service, guru, atau penjaga kantin sekolah.

Tidak lama, pintu kelas pun terbuka. Anak – anak kelas XII-D/na.sc hanya bias melongo melihat guru baru mereka. Siapa yang pernah menyangka kalau sekolah akjan merekruit seorang perempuan muda untuk mengajar. Kelas menjadi ricuh riuh saat guru mereka itu berdiri di depan kelas.

Guru itu tidak lain adalah Chloe yang sedari tadi berusaha menenangkan dirinya. Entah kenapa dadakan dia merasa gugup. Padahal, semalam dia sama sekali tidak merasa gugup atau sejenisnya. Kenapa sekarang justru hatinya berdebar kencang sekali?

“Chloe, calm down,” gumamnya pelan.

“Good morning, class,” katanya berusaha agar suaranya tenang, tidak bergetar, agar tidak ada yang tahu kalau dirinya gugup.

“Morning, Ma’am,” jawab murid – muridnya. Oh iya. Sebelum memasuki kehidupan di Van Haggen lebih jauh lagi, harus diberitahukan bahwa sekolah ini adalah sekolah internasional. Semua warga sekolah wajib berbicara dalam bahasa Inggris. Bila tidak, tidak akan di jawab.

Chloe menyergit saat mendengar kata “Ma’am” yang terucap dari mulut para muridnya. Dia bertanya – tanya sendiri apa wajahnya terlihat seperti orang yang sudah menikah sampai – sampai semua muridnya memanggilnya begitu. Padahal, semua teman dan sanak saudaranya selalu mengatainya anak baru masuk SMP.

“Ma’am? Do I look that old?” kata Chloe pelan.

Luke tiba – tiba menegakan badannya. Dia menatap Chloe dari atas sampai ke bawah dan berulang kali meyakinkan dirinya kalau dia belum pernah bertemu dengan Chloe sebelumnya.

“Of course you don’t , Ma’am,” kata James dengan nada centil. Tidak heran. James memang suka menggoda wanita tanpa melihat umur mereka.

“if that so, why do you call me ‘Ma’am’, then?” kata Chloe dengan logat Britishnya yang masih kental membuat beberaqpa muridnya terkagum – kagum mendengarnya.

“Because every female teachers have already married and they’re old,” kata Luke ceplas – ceplos seperti biasanya.

Chloe melihat ke arah Luke yang suaranya mengusik ingatannya. Dipandanginya orang yang juga memandanginya itu. Ingatan Chloe rupanya tidak seburuk ingatan Luke. Dia ingat betul pernah melihat Luke di depan rumahnya dulu. Walau begitu, dia tidak terlalu memusingkan hal itu karena menurutnya sama sekali tidak ada hubungannya bila masalah itu di bawa – bawa ke dalam kelas.

“Do I look married?” tanya Chloe, buru – buru dia menambahkan, “Nevermind. I’m single. Just don’t call me ma’am anymore.”

Mendengar pernyataan Chloe kalau dia masih single, kelas dadakan menjadi ricuh. Maklum, secara sekolah Van Haggen selama ini nyaris tidak pernah memperkerjakan seorang guru wanita muda dan belum menikah. Biasanya selalu wanita separuh baya yang sudah menikah dan mempunyai anak.

“Silence!” kata Chloe tajam.

Murid – muridnya pun segera diam. Chloe merasa senang karena mendapat murid – murid yang respek terhadap perkataannya. Tapi, dia lupa kalau hari ini adalah hari pertama sekolah. Murid – muridnya belum menunjukkan sikap liarnya.

“First of all, let me introduce myself,” kata Chloe sambil tersenyum manis, “I’m Chloe aAeilyse. Just call me by Ms. Arilyse. I’m your homeroom teacher for this year and I teach biology for the XII graders.”

Luke langsung kehilangan minatnya pada guru barunya setelah mendengar kata biologi terucap dari mulut Chloe. Dia terkenal paling anti dengan biologi baik sekedar mendengar kata itu ataupun mempelajari pelajaran itu. Saking bencinya dengan pelajaran biologi, cowok itu selalu mencari masalah dengan guru – guru biologinya sampai pernah satu saat dia berhasil membuat salah satu guru biologinya mengundurkan diri lantaran tidak sanggup mengajari Luke. Ekstrimnya lagi, tahun lalu, buku biologinya berhasil dihanyutkan di sungai Cisadane tanpa diketahui oleh orang tua dan teman – temannya.

“Well, have you got any question about me?” tanya Chloe masih memamerkan senyumannya.

“How old are you?” tanya James semangat dan ngebet dengan guru manisnya. Pertanyaan ini hanya diajukan sekedar basa – basi agar menarik perhatian Chloe.

“Um… I can’t tell you that. That’s a top secret,” kata Chloe. Dia sengaja merahasiakan umurnya yang tidak berbeda jauh atau bisa lebih muda dari murid – muridnya agar tidak diremehkan karena umur muda itu.

“Awww. 21st?” tebak James malah jadi penasaran.

Chloe menggelengkan kepalanya.

“23rd?” tanya seorang anak yang lain.

Chloe menggelengkan kepalanya lagi dan berharap tidak ada lagi yang menebak dengan awalan dua. Dia yakin sekali kalau mukanya sangat tidak terlihat seperti seorang wanita berumur dua puluhan.

“Hmm,” kata Luke, “12th?”

Chloe membelalakkan matanya, “12?”

“You really look like a twelve years old girl,” kata Luke sengaja mencari masalah dengan Chloe kaarena gadis itu mengajar biologi.

“I’m aware of that,” kata Chloe tenang, “But, surely I’m not twelve.”

Luke hanya diam dan merasa kalau dia tidak mendapat respon yang dia ingin kan. Dia berharap Chloe akan kesal. Tetapi dia tidak tahu kalau Chloe sudah terbiasa disangka sebagai anak baru lulus SD yang berumur 12 tahun.

“So, 16?” tanya Luke asal tapi tepat sasaran.

“Who knows?” kata Chloe tidak mengiyakan umurnya yang sesungguhnya itu, “Next question, please.”

“What’s your educational background?” tanya seorang murid berkacamata yang duduk di paling depan.

Kali ini Chloe bangga menjawab pertanyaan itu.

“Master of biologycal science, Oxford University,” kata Chloe singkat padat jelas dan jelas membuat Luke merasa telinganya baru disengat lebah beracun. Dia tidak pernah menyangka sampai ada seorang gadis muda dan cantik yang merelakan waktunya untuk mempelajari biologi. Jelas bukan Luke banget itu.

“When is your birthdate, Miss?” tanya James lagi.

“April 4th. You have to wait for seven months and three days to give me the pres…”

“What? April 4th?” sahut Luke sambil memukul mejanya karena tidak menyangka kalau ulang tahun Chloe identik dengan hari kelahirannya.

“Why is it?” tanya Chloe dengan nada bingung. Begitu pula anak – anak lain termasuk James yang merupakan sahabat Luke. Dia dan teman – temannya tidak ada yang tahu kalau tanggal empat itu adalah hari ulang tahun Luke karena dia tidak pernah memberitahukan hari ulang tahunnya ke orang lain selain keluarganya.

“Nothing. You were born on a death date,” kata Luke asal.

“So?” kata Chloe jutek. Dia paling tidak suka kalau ada orang menganggap angka empat adalah angka sial atau angka kematian.

Pada hari itu, Chloe hanya berbincang – bincang mengenai dirinya dengan murid – muridnya. Sampai akhirnya dia teringat kalau dia sendiri harus mengenal murid – muridnya. Maka dia mengeluarkan daftar nama siswa kelasnya yang sempat tertinggal tadi. Dia meminta semua muridnya memperkenalkan diri mereka.

Sampai akhirnya giliran Luke pun tiba.

“Next, Luke Sherlton,” kata Chloe pelan.

Luke berdiri dari bangkunya, dan maju ke depan, sama seperti yang dilakukan oleh murid – murid yang sudah dipanggil sebelum gilirannya.

“My name is Luke. Call me ‘the mighty Luke’. Age 17, male, single,” kata Luke malas – malasan.

Chloe melihatnya dari atas sampai bawah. Cahayan matahari yang masuk melalui jendela membuat Chloe menyadari ada sesuatu dengan rambut Luke.

“Luke, right?” kata Chloe. Matanya masih terpana dengan rambut jabrik Luke.

“No. You’ve got to call me the mighty Luke,” kata Luke yang senang melihat wajah Chloe saat dia mengucapkan tiga kata terakhir.

“Come nearer please,” pinta Chloe.

Luke malas – malasan maju mendekati Chloe yang tidak bisa berhenti tersenyum sambil memandangi rambut trade mark Luke. Setelah berdiri di sampingnya, Chloe sedikit berjinjit untuk melihat rambut muridnya itu. Tapi karena tubuhnya jauh lebih pendek dari Luke, usaha berjinjitnya jadi sia – sia.

“Luke, can you lower down your head a little please?” pinta Chloe lagi.

“Why don’t you stand on the chair, Miss?” ejek Luke lalu dia sedikit membungkuk. Chloe hanya bisa manyun mendengar pernyataan dari Luke. Tetapi dia tidak bisa marah bila Luke mengatainya seperti itu karena memang kenyataannya begitu.

“Wow!” kata Chloe terkagum – kagum saat menyadari kalau diujung rambut Luke ada warna biru yang hanya terlihat bila terkena sinar matahari, “How can you do it?”

“Do… do what?” tanya Luke pura – pura bingung, “I just put a gel there.”

“Not that! The color of blue! How can you hide it?” tanya Chloe gregetan.

“What are you talking about? This hair is black since I was born!” kata Luke menutup – nutupi kenyataan kalau dia memang mengecat biru rambutnya. Dia tidak ingin ditanya – tanya lebih lanjut oleh Chloe maka dia segera kembali ke tempat duduknya.

Chloe hanya terdiam bingung. Dia yakin tidak ada yang salah dengan mata sehatnya itu. Dia yakin kalau rambutnya biru. Tetapi kenapa Luke tidak mau mengakui keindahan rambutnya itu. Tiba – tiba dia ingat kalau peraturan sekolah tidak memperbolehkan ada murid yang mengecat rambut mereka, karena itulah Luke berusaha menyembunyikan warna rambutnya. Akan jadi masalah bila ada guru yang mengetahuinya. Dan sekarang seorang Chloe sudah mengetahui akan hal itu. Dia hanya bisa berharap agar Chloe tidak memberitahukan ke guru – guru lain.

“Just presume that I mislooking,” kata Chloe sambil tersenyum, “You owe me one. I like your hair.”

Luke hanya memandang gadis itu dengan tatapan tidak percaya. Guru macam apa ini? Muridnya jelas – jelas salah mengecat rambut malah dibantu untuk menyembunyikan. Tapi, Luke lega. Setidaknya dia tidak usah keluar uang untuk menyemir hitam lagi rambutnya bila Chloe membeberkan ini ke guru – guru lain.



_________________________________________to be continued :)

it's not the end. there are plently paragraphs waiting to be posted.
i'll post it tomorrow.
comments please .

thanks!!

.angel

No comments:

Post a Comment