Tuesday 6 July 2010

chloe.chaptertwo.continual

hello, readers :)
it's me again. everyday it's always me. Well, i'm posting Chloe again today because i've got no inspiration for Caesar's :)
by the , i felt a little bit strange yesterday. normally, if i read a sad part of story , i'll badly cry too. but when i read my own writings, about the sad pat, i didn't cry but i smiled. strange right?
And i also thinking to make a sad love story, not a happy ended one. :)))

still, i haven't post the sad part of the story.

___________________________________________________________


Chloe duduk di bangku luar kamarnya sambil memandangi langit malam. Dia menganggap hari pertamanya mengajar di Van Haggen School menyenangkan. Dia berharap agar hal menyenangkan seperti ini terus datang selama dia mengajar.

Ini bukan pertama kalinya Chloe mengajar orang lain. Selama kuliahnya dulu di Oxford, dia pernah mengambil part time menjadi guru taman kanak – kanak saat liburan kuliah dan beberapa kali dia mengajar privat untuk anak – anak sekolah dasar. Karena dia merasa sangat enjoy mengajar anak – anak SD dan TK itu, dia bertekat menjadi guru saja.

Saat Van Haggen School mencari guru di Oxford University, tanpa berpikir panjang Chloe segera mendaftarkan diri sebagai guru SD. Akan tetapi karena pendidikannya yang telanjur tinggi dan karena dia dianggap terlalu jenius untuk mengajar anak SD, gadis itu ditempatkan sebagai guru SMA.

Kini yang ada dalam pikirannya adalah bagaimana caranya menjadi seorang guru yang baik agar berkenan di hati para muridnya. Dia tidak ingin menjadi guru yang dibenci murid – muridnya. Chloe tidak ada bayangan seperti apa dia harus menjadi guru karena selama hidupnya, dia belum merasakan bagaimana bersekolah di sekolah normal.

Sejak gadis itu berumur empat tahun, dia pernah mengikuti tes IQ dan tak di sangka IQnya sangat tinggi. Berhubung takut otak pintarnya sia – sia, Nyonya Johanna memasukkannya ke dalam sekolah akselerasi sejak dia TK. Bagi Chloe, saking jeniusnya dia, umur 12 tahun dia sudah lulus SMA tanpa masalah. Karena itu dia disekolahkan ke Oxford mengambil jurusan ilmu alam untuk sarjana awalnya. Tentu saja dengan program akselerasi. Baginya, masuk kuliah di Oxford adalah saat – saat di mana dia benar – benar belajar. Apalagi karena selama masa kanak – kanaknya Chloe tidak pernah berniat belajar bahasa Inggris, selama tahun pertama di Oxford dia mengalami kesulitan bahasa dalam komunikasi dan pelajaran. Untung saja dia berhasil bertahan dan melanjutkan kuliah masternya untuk mendalami mata kuliah biologi.

Tidak sampai seratus meter dari rumah gadis itu, seorang anak laki – laki sedang asyik memainkan DoTA di depan layar komputernya. Saking serunya, dia sampai tidak mendengar pintu kamarnya diketuk oleh seseorang.

“Luke!” panggil orang yang mengetuk kamar cowok itu.

Luke yang memakai headphonenya tentu saja tidak mendengar panggilan dari Dokter Kent yang sedari tadi mengetuk pintu kamarnya.

Dokter Kent kehilangan kesabaranya setelah sekian lama pintu yang dsiketuk tak kunjung terbuka. Dibukanya pintu kamar anak semata wayangnya itu dan didapatinya anaknya itu sedang mengumpat – umpat dengan kata – kata kasar dalam bahasa ibunya.

Luke tetap tidak sadar kalau ayahnya sudah masuk ke dalam kamarnya sampai Dokter Kent menarik headphonenya dan mematikan monitor komputernya.

“Aw, jahil banget sih, Pa!” kata Luke marah, “bisa – bisa jadi kalah. Padahal tadi sudah nyaris menang tuh! Aaaah!”

“Biar. Dari tadi kamu dipanggilin malah tidak menyahut,” sahut Dokter Kent, “Bagaimana tadi sekolahmu? Apa Ma’am Rose lagi wali kelasmu?”

“Biasa saja,” jawab Luke dan dia mematikan perangkat komputernya, “Bukan Rose. Ada guru baru.”

“Sayang sekali. Padahal dia wali kelas terbaikmu,” kata Dokter Kent kecewa.

Apanya yang terbaik. Selama 3 tahun gw di walikelasi dia, gw jadi bulan – bulanannya terus. Rese, umpat Luke dalam hatinya.

Luke tidak memedulikan ucapan ayahnya lagi. Dia bergegas mengambil kunci motornya dan keluar dari kamarnya, meninggalkan ayahnya sendirian di dalam kamarnya. Dia menuju garasi rumahnya dan mengeluarkan motornya, lalu melaju kearah mini market di dekat rumahnya dengan kecepatan tinggi.

***

“Aaaa! Jangan ambil yang itu!”

Luke membalikkan badannya. Dilihatnya guru biologi sekaligus wali kelasnya berkeringat di depan matanya. Tapi Luke tidak peduli. Dia tetap saja mengambil coklat Van Houten Fresh Milk yang tersisa satu. Sesuai dengan hukum rimba. Siapa cepat, dia dapat.

Luke berjalan dengan cuek melewati Chloe yang hanya bisa memandangti coklat yang digenggam oleh cowok itu dengan pandangan memelas. Chloe berjalan menuju keluar minimarket X dengan lesu. Padahal dia sengaja keluar rumahnya hanya untuk membeli coklat favoritnya. Siapa sangka dia keduluan oleh Luke.

Sudahlah. Maybe this is not the right time for eating the chocolate… kata Chloe dalam hatinya.

Dia membalikan badannya, melihat Luke sedang asyik memakani coklat yang diimpikannya itu. Terlintas dalam pikiiran gadis itu untuk meminta sedikit cokelat dari Luke. Tetapi dia yakin kalau cowok cuek itu tidak akian mau berbagi dengannya. Tapi, apa salahnya mencoba?

“Luke! Luke Sherlton, right?” sapa Chloe saat Luke menyalakan motornya.

Luke hanya memandang Chloe dengan pandangan protes karena Chloe tidak memanggilnya seperti yang diharapkannya.

“Luke, please give me a little chocolate of yours!” pinta Chloe dengan suara yang tadinya mau dibuat memelas tapi justru terdengan memaksa di telinga Luke.

“No,” jawab Luke singkat. Dia sudah menstarter motornya, bersiap – siap untuk melaju.

“Please, almighty Luke,”pinta Chloe kali ini berhasil dengan nada memelas. Tetapi, nampaknya Luke tidak berniat untuk membagi sedikit coklatnya.

“I’ve gotta go,” kata Luke dan dia pun menjalankan motornya.

Chloe merasa kesal sendiri. Pertama dia tidak mendapatkan coklat yang sangat disukainya. Kedua, tingkah Luke yang sama sekali tidak mencerminkan kalau dirinya sedang berhadapan dengan orang yang dikenalnya.

Chloe berjalan sebal kembali ke rumahnya sambil mengumpat – umpat. Tiba – tiba sebuah motor biru besar datang menghampirinya.

Wajah Luke terlihat menyeringai licik saat dia menunjukan wajahnya di balik helm. Chloe hanya bisa manyun melihat murid yang baru hari pertama sudah membuatnya kesal.

“What do you want? Get out of my way,” kata Chloe ketus.

Luke merasa nostalgic melihat Chloe seperti ini. Dia sangat ingat kejadian di Pondok Indah tengah malam dulu. Disangkanya gurunya ini adalah seorang anak kecil yang bisanya hanya mengancam.

“Nothing,” jawab Luke masih dengan seringai liciknya, “Are you alone?”

“As you can see,” kata Chloe jutek. Lalu dia berjalan melewati Luke yang asyik mengunyah Van Houten. Dia sengaja memakan Van Houten di depan gurunya itu.

Pada awalnya, Luke memang hany iseng menghampiri Chloe. Sekedar ingin memamerkan Van Houten yang tidak berhasil didapatkan oleh cewek itu. Akan tetapi, setiap berhasil Chloe mengeluarkan wajah kesalnya, ada sebuah kepuasan khusus di dalam hatinya. Lucu bagi Luke saat melihat wali kelasnya kesal.

Luke mengikuti Chloe sampai gadis itu membuka pintu pagar rumahnya. Dia sama sekali tidak menyangka kalau Chloe tinggal di tempat yang sangat dekat dengan rumahnya.

“Night, Luke. Do not go racing tonight,” kata Chloe. Lalu dia masuk ke dalam rumahnya dan membanting pintu rumahnya karena kesal dengan sifat muridnya yang menyebalkan itu. Dari jendela Chloe melihat Luke menyeringai dengan lebar seakan – akan baru memenangkan sebuah pertandingan.

“1-0!” kata Luke sengaja keras – keras agar guru biologinya itu bisa mendengarnya.



_______________________________________to be continued :))

how is it? how is it? good? or bad?
:)
thanks for reading :))
new post tomorrow or tonight :P

.angel

No comments:

Post a Comment